SUSUT (SHRINKAGE) PADA BETON

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP

SUSUT (SHRINKAGE) PADA BETON

I GUSTI MADE SUDIKA

FT – UNR

ABSTRAK Beton memliki keunggulan sebagai bahan bangunan dan pemakaiannya di masyarakat  sampai saat ini masi sangat luas. Permasalahan yang sering muncul adalah bagaimana menghasilkan beton dengan mutu baik dan tingkat keawetan(durabilitas) yang baik. Salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah bagaimana menjaga beton agar penyusutan yang terjadi dapat diminimalisasi, karena akibat dari penyusutan dapat menurunkan kualitas beton, untuk itu perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya susut pada beton.. Setelah diadakan studi literatur dapat diidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi susut paaa beton adalah: aggregat, faktor air semen, ukuran elemen beton, kondisi lingkungan, Banyaknya penulangan, Jenis semen. Kata kunci: Susut, Shrinkage, Beton, Pemeliharaan beton

I. PENDAHULUAN

Salah satu bahan konstruksi bangunan yang masih masih sangat luas penggunaannya dimasyarakat terutama untuk struktur utama adalah beton. Hal ini berhubungan erat dengan beberapa kelebihan sifat beton dibanding bahan lain seperti : 1). Beton Memiliki kuat tekan yang tingi, 2)Dapat dibentuk sesuai dengan keinginan 3)Relatif mudah dalam pelaksanaannya 4) dapat dihasilkan dengan cara yang sederhana dan modern ( Subakti,1992,2). Beton adalah suatu bahan komposit yang terdiri dari campuran semen, air, dan agregat. Pasta semen yang masih segar sebagai campuran antara semen dan air berfungsi untuk menyelimuti seluruh permukaan agregat, yang selanjutnya dalam proses pengerasan pasta semen akan menjadi batu semen (Cemen stone) akan mengikat agregat membentuk suatu kesatuan yang solid. Perbanding banyaknya air relatif terhadap banyaknya  semen dalam suatu campuran beton merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan kekuatan beton. Semakin besar rasio air-semen semakin rendah kuat tekan beton yang dihasilkan. (Phil M.Ferguson,1986,7-8) Mutu beton sangat dipengaruhi oleh kualitas dari material pembentuknya (seman, air, agregat halus dan agregat kasar), namun disamping itu dalam pelaksanaan di lapangan mutu beton yang dihasilkan juga ditentukan oleh ketepatan  pelaksanaan dan pemeliharaan selama beton dalam proses pengerasan. Susut pada beton merupakan salah satu akibat dari hilangnya kelembaban beton saat terjadi proses pengerasan. Panas yang ditimbulkan oleh bermacam-macam tipe semen selama proses pengikatan dan pengerasan sangat bervariasi, yang tentunya mempengaruhi terjadinya susut pada beton.. Karena tegangan-tegangan susut dan temperatur sangat penting dalam disain, perubahan volume yang berhubungan dengan perbedaan-perbedaan panas tersebut menjadi hal yang penting. Penyusutan pada beton akan berakibat terjadi keretakan pada beton yang masih plastis, dan terjadinya retak ini tentu akan mengakibatkan berkurangnya mutu beton yang dihasilkan. Berdasarkan hal itu maka perlu dikaji faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya susut pada beton dan bagaimana cara mengatasi atau meminimalisasi besarnya susut yang terjadi pada produksi beton. Tujuan makalah ini ditulis adalah untuk mengetahui dengan jelas faktor-faktor  yang mempengaruhi tejadinya susut pada beton.

II. TINJAUAN PUSTAKA

a. Material Beton

Pengertian beton menurut Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971, “Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampur agregat halus, agregat kasar, semen Portland dan air”. Menurut Pedoman Pengerjaan Beton berdasarkan SKSNI T‑15‑1991-­03 beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu‑batuan yang direkatkan oleh bahan ikat. Singkatnya adalah campuran antara semen, agregat campuran dan air yang telah mengeras. Sedangkan dalam SNI2002 definisi beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk masa padat.

b. Semen dan Proses Hidrasi

Semen adalah jenis bahan pengikat yang dapat mengeras bila bereaksi dengan air sehingga menghasilkan benda padat kedap terhadap air. Semen semacain ini disebut semen hidrolis (Sjafei Amri, 2005). Salah satu semen hidrolis yang sering dipakai dalam konstruksi beton adalah semen portland. Bahan baku pembentuk semen portland adalah batu kapur (CaO), silika (SI)2).Oksida Alumina (Al203), dan Oksida besi (Fe03). Type‑type dari semen portland bisa diperoleh dengan mengadakan variasi‑variasi dalam perbandingan unsur‑unsur utamanya serta derajat kehalusan butirnya. Keberadaan air menyebabkan terjadinya proses hidrasi antara air ( H20) dan semen/Calsium Silicat (3CaO)SiO3 ,=C3S=C2S yang akan menghasilkan senyawa baru yang dominan, Calsium Silikat Hidrat (3CaO.SiO2.3H20 atau CSH) dimana senyawa ini adalah penentu sifat semen sebagai bahan pengikat hidrolik serta senyawa yang tidak dominan Calsium Hidroksida (Ca(OH)2 ) Reaksi Calsium Hidroksida (Ca(OH)2) dengan Carbon dioksida ( CO2 ) diudara membentuk Calsium Carbonat (CaCO3) yang mudah larut didalam air. Calsium Hidroksida (Ca(OH) 2 ) bereaksi dengan ion negatif sulfat membentuk gypsum (3CaSO4. 2H20. 6H20). Makin halus butir‑butir semen maka akan semakin cepat terjadinya proses hidrasi. Hal ini disebabkan karena lebih banyak permukaan yang bersinggungan dengan air.

c.  Campuran Beton Segar

Campuran beton segar dapat dikatakan mempunyai sifat yang baik bila memenuhi persyaratan utama campuran yaitu mempunyai kemampuan kemudahan pengerjaan (Workability).Campuran beton segar dikatakan mempunyai sifat Workability bila campuran tersebut tetap bertahan seragam ketika berlangsung proses pengangkutan, pengecoran dan pemadatan. (Sjafei Amri;2005;119)

d.  Susut Pada Beton

Menurut Edward G. Nawi susut beton pada dasarnya dibedakan menjadi  dua jenis yaitu: susut plastis dan susut pengeringan. Susut plastis terjadi beberapa jam setelah beton segar dicor ke dalam acuan. Permukaan yang diekspos seperti pelat lantai akan lebih mudah dipengaruhi oleh udara kering karena adanya bidang kontak yang luas. Dalam hal demikian terjadi penguapan yang lebih cepat melalui permukaan beton dibandingkan dengan pergantian oleh air dari lapisan beton yang lebih bawah. Sebaliknya susut pengeringan terjadi setelah beton mencapai bentuk akhirnya dan proses hidrasi pasta semen telah selesai. Susut pengeringan adalah berkurangnya volume elemen beton jika terjadi kehilangan uap air karena penguapan. Fenomena sebaliknya, yaitu pertambahan volume karena penyerapan air, disebut swelling. Dengan perkataan lain, susut dan swelling menunjukkan adanya perpindahan air ke luar dan ke dalam struktur gel pada beton akibat adanya perbedaan kelembaban atau perbedaan kejenuhan di antara elemen-­elemen yang berdekatan. Fenomena ini tidak bergantung pada beban luar. Susut adalah proses yang tidak reversibel. Jika beton yang sudah benar-benar susut kemudian dijenuhkan dengan air, maka tidak akan tercapai volume asalnya. Gambar 2.2 menunjukkan pertambahan regangan susut Єsh terhadap waktu. Laju perubahan­nya berkurang terhadap waktu karena beton yang semakin berumur akan semakin tahan tegangan dan semakin sedikit mengalami susut. Dengan demikian kurva ini asimtotis untuk t yang semakin besar.

 

Gambar 2.2. Kurva susut-waktu (E.G.Nawi,1998)

Menurut Phil M. Ferguson susut pada  beton terjadi karena beton kehilangan kelembabannya karena penguapan. Karena kelembaban tidak pernah meninggalkan beton seluruhnya secara uniform, perbedaan-perbedaan kelembaban mengakibatkan terjadinya tegangan-tegangan internal dan susut yang berbeda. Tegangan-tegangan yang disebabkan oleh perbedaan susut dapat cukup besar dan ini merupakan salah satu alasan perlunya kondisi-kondisi perawatan perkerasan yang basah. Makin besar perbandingan luas permukaan terhadap penampang bagian konstruksi, susut yang terjadi akan makin besar. Oleh sebab itu, susut pada bahan-bahan percobaan yang besar jauh lebih kecil dari bahan-bahan percobaan yang kecil. Dalam beton tidak bertulang yang benar-benar bebas terhadap konstraksi, susut yang uniform tidak akan menyebabkan terjadinya tegangan; tetapi keadaan tanpa pengekangan dan susut uniform benar-benar, keduanya hanya teoritis saja, bukan dalam kondisi-kondisi sebenarnya. Bahkan dalam beton bertulang, susut yang uniform pun menyebabkan timbulnya tegangan-tegangan, tekan dalam baja, tarik dalam beton. Dalam beton biasa, besarnya susut akan bergantung kepada keterbukaan dan beton itu sendiri. Keterbukaan terhadap angin sangat memperbesar kecepatan susut. Atmosfir yang lembab akan mengurangi susut; kelembaban yang rendah akan menambah susut. Susut biasanya dinyatakan dengan koefisien susut s, yang merupakan pemendekan per satuan panjang. Koefisien ini sangat bervariasi, pada umumnya berkisar antara 0,0002 sampai 0,0006 dan kadang-kadang sebesar 0,0010. Suatu petunjuk mengenai bagaimana susut bervariasi dengan kandungan air dan semen diperlihatkan pada Gambar 2.3, di mana susut dinyatakan dalam persen. Gambar itu hanya dapat memperlihatkan kecenderungan-kecenderungan saja karena besarnya susut berbeda-beda tergantung kepada bahan-bahan dan kondisi-kondisi pengeringan. Dalam beton ringan, susut awal jelas dapat dikurangi oleh air yang terdapat dalam pori-pori dari agregat ringan. Susut adalah, secara luas, merupakan suatu gejala yang dapat dibalik. Apabila beton direndam setelah menyusut, beton itu akan mengembang sehingga hampir mencapai ukuran aslinya, seperti terlihat pada Gambar 2.4. (Terjadi pemulihan ketika diletakkan kembali dalam air: Volume konstan dicapai kurang lebih dalam 24 jam perendaman).Pemulihan ini sekarang diketahui bukan merupakan pemulihan total. Susut adalah satu sebab yang umum dari lenturan-lenturan yang bertambah sesuai dengan waktu. Hanya penulangan yang simetris yang dapat mempertahankan lengkungan dan lenturan dari sudut.

 

Gambar 2.3 Hubungan susut dengan kandungan air (Phill M.Ferguson;1986,39)

Gambar 2.4 Kurva susut-waktu tipikal yang mulai dari bahan percobaan(75mm x 75mm x 1m) dengan perawatan basah, pada umur 28 hari. (Phill M.Ferguson ;1986,39)

Menurut GideonKusuma Jenis-jenis susut yang berkaitan dengan beton dapat dibedakan dalam: 1) susut plastis; 2)susut pengeringan; 3) susut hidratasi; 4) susut temperature.

III. RUMUSAN DAN DISKUSI

Komposisi beton pada dasarnya dapat didefinisikan dengan faktor air-semen, jenis semen dan agregat, juga kandungan semen dan agregat.. Dapat dikatakan bahwa penentuan akhir tercapai atau tidaknya kekuatan beton yang telah direncanakan sangat tergantung pada apakah setelah selesai tahapan pengecoran dan pemadatan, beton yang dihasilkan dipelihara atau tidak.

a.   Kerusakan beton akibat pengaruh temperatur

Menurut Gideon K,dkk,(Seri Beton 2), Bila pada suatu konstruksi yang dapat bergerak bebas, terjadi perubahan bentuk (deformasi) bebas sebagai akibat dari perbedaan temperatur, maka tegangan-tegangan tak muncul (lihat Gambar 3.1.a). Pada perubahan bentuk yang terhalang akan.timbul tegangan. struktur akan memanjang pada temperatur yang menaik teratur Δl. Bila perpanjangan ini dihalangi maka akan timbul tegangan normal. Gambar 3.1. Perpanjangan akibat kenaikan temperature Bila bagian sisi atas struktur lebih panas daripada bagian sisi bawah maka disamping timbul perpanjangan rata-rata Δll juga akan timbul pelengkungan sebagai akibat perbedaan temperatur dengan temperatur rata-rata. Bagian sisi atas akan mendapat tambahan perpanjangan Δl2, sedangkan bagian sisi bawah akan memendek Δl2 (Gambar 3.1.b). Pada perubahan bentuk yang terhalang, selain tegangan normal akan timbul juga tegangan lentur. Pada perubahan temperatur yang tidak merata dan tidak linier (Gambar 3.1 c); maka pada penampang akan timbul; tegangan normal (akibat penghalangan panjang), tegangan lentur (akibat dari lengkungan) dan tegangan dalam sendiri (sebagai akibat perubahan temperatur yang tidak linier). b. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap susut pada beton Susut pada beton merupakan salah satu akibat dari hilangnya kelembaban beton saat terjadi proses pengerasan. Karena tegangan-tegangan susut dan temperatur sangat penting dalam disain, perubahan volume yang berhubungan dengan perbedaan-perbedaan panas tersebut menjadi hal yang penting. Berikut akan dibahas mengenai factor-faktor yang berpengaruh terhadap susut pada beton, dimana secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu: susut plastis dan susut pengeringan.

  • Susut Plastis

Penguapan merupakan kendala yang sering mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan beton. Untuk daerah yang beriklim tropis, penguapan dapat mengganggu sifat kemudahan pengerjaan campuran beton, karena campuran dengan segera kehilangan keplastisannya sebelum proses pemadatan dapat dilakukan secara sempurna. Selain itu, angin yang kencang juga dapat berakibat terhadap proses penguapan air dari campuran. Penguapan menjadi permasalahan bila tingkat kecepatan penguapan melebihi kecepatan bleeding. Bila hal ini terjadi maka akan terbentuk gaya kapiler yang akan menekan dan memadatkan lapisan atas akibat bertambahnya kecepatan pengendapan butiran semen pada lapisan ini. Apabila proses penguapan berkurang setelah terjadinya penekanan kapiler, maka bagian atas yang tertekan akan tetap mengendap akibat berat gravitasi. Hal ini mem­punyai efek yang sama bila proses finishing dilakukan terlalu cepat. Apabila penguapan berlangsung sangat cepat melampaui ketahanan terhadap tekanan selanjutnya yang melebihi pengaruh gaya kapiler, maka akan terjadi gaya tarikan hidrostatis, sehingga massa mulai menyusut dalam arah lateral yang sama besarnya dengan penyusutan dalam arah vertikal. Penyusutan yang terjadi sebelum beton mengeras disebut susut plastis. Retakan pada permukaan terjadi karena penyusutan arah lateral pada lapisan atas ditahan oleh lapisan yang di bawahnya. Retakan ini mempunyai pola menyerupai bentuk hexagonal, dan hanya dapat dihilangkan dengan memberikan getaran kembali. Besarnya tingkat penyusutan plastis tergantung pada banyak factor seperti Ukuran agregat dan nilai slump,(lihat tabel 3.1 & gambar  3.2) Tabel 3.1 Nilai penyusutan untuk berbagai kekentalan beton

Ukuran Agregat (inci) Slump (cm) Penyusutan per Unit Panjang
¾ 5

10

15

0,00063

0,00071

0,00079

5

10

15

0,00044

0,00050

0,00056

2 5

10

15

0,00037

0,00041

0,00045

Sumber: Syafei Amri, Teknologi Beton A-Z,2005

Gambar 3.2 Pengaruh kandungan agregat dan faktor air-semen terhadap susut ( Edward G. Nawi;1998) Dari tabel 3.1 dan gambar 3.2 terlihat bahwa  semakin besar ukuran agregat, semakin kecil nilai penyusutan untuk nilai slump yang sama, sedangkan besar penyusutan terhadap nilai slump adalah semakin besar nilai slump maka penyusutan yang terjadi semakin besar.

Pencegahan Susut Plastis

Penyusutan plastis hanya dapat dihindarkan  dengan mencegah penguapan yang terlalu cepat pada permukaan beton, dengan cara melindungi beton dari panas matahari atau angin secara langsung. Atau dengan cara mendinginkan dan menyiram permukaan yang baru dicor. Semen ekspansif kadang-kadang digunakan untuk mengurangi tegangan-tegangan susut. tersebut. Karena adanya bahan ekspansif di dalam semen, beton ini mula-mula sedikit mengembang. Apabila pengembangan ini sebagian ditahan oleh penulangan yang tertanam, tarikan bertambah dalam baja dan tekanan dalam beton juga bertambah. Karena kemudian beton menyusut dan menjadi dingin, ia menuju ke keadaan seimbang dengan perubahan yang sedikit dari panjangnya semula.

  • Susut Pengeringan

Susut pengeringan terjadi setelah beton mencapai bentuk akhirnya dan proses hidrasi pasta semen telah selesai. Susut pengeringan adalah berkurangnya volume elemen beton jika terjadi kehilangan uap air karena penguapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya susut pengeringan dapat dilihat dari grafik pada gambar 2.3 dan gambar 2.4 di bab II, antara lain sebagai berikut : (Edward G. Nawi,1998)

  1. Agregat. Agregat berlaku sebagai penahan susut pasta semen. Jadi. beton dengan kandungan agregat yang semakin tinggi akan semakin berkurang perubahan volumenya akibat susut(lihat Gambar 3.2). Lagipula, derajat ketahanan beton ditentukan oleh sifat agregatnya, yaitu dengan modulus elastisitas yang tinggi atau dengan permukaan yang kasar akan lebih tahan terhadap proses susut.
  2. Faktor air-semen. Semakin besar faktor air-semen, akan semakin besar pula efek susut. Gambar 3.2 di atas memperlihatkan hubungan antara kandungan agregat dengan faktor air-semen.
  3. Ukuran elemen beton. Kelajuan dan besarnya susut akan berkurang apabila volume elemen betonnya semakin besar. Akan tetapi, terjadinya susut akan semakin lama untuk elemen yang lebih besar karena lebih banyak waktu yang diperlukan untuk pengeringan sampai ke bagian dalam. Sebagai contoh, mungkin diperlukan waktu sampai satu tahun untuk tercapainya pengeringan pada ke­dalaman 10 in. dari permukaan luar, dan sepuluh tahun untuk mencapai 24 in.dari permukaan luar.
  4. Kondisi lingkungan. Kelembaban relatif di sekeliling beton sangat mempengaruhi besarnya susut; laju perubahan susut semakin kecil pada lingkungan dengan kelembaban relatif yang tinggi. Temperatur di sekeliling juga merupakan faktor yang menentukan, yaitu susut akan ertahan pada temperatur rendah.

 

Gambar 3.3 Pengaruh temperatur beton dan udara, kelembaban relatif, kecepatan angin dan kecepatan evaporasi dari permukaan beton.

  1. Banyaknya penulangan. Beton bertulang lebih sedikit susutnya dibandingkan dengan beton sederhana; perbedaan relatifnya merupakan fungsi dari persentase tulangan.
  2. Bahan tambahan pada campuran beton. Pengaruh ini sangat bervariasi, bergantung pada bahan tambahan yang digunakan. Akselerator seperti kalsium klorida diguna­kan untuk mempercepat proses pengerasan beton dan memperbesar susut. Pozzo­lan juga dapat menambah susut, sedangkan bahan tambahan Super plasticizers, Plasticity retarding agent, Retarder seperti disebutkan pada Bab II  adalah bahan tambahan yang dapat meningkatkan workability campuran beton dan dapat mengurangi pemakaian air serta penundaan poanas hidrasi sehingga dapat memperkecil susut pada beton.7. Jenis semen.. Sangat perlu diperhatikan penggunaan semen yang mengandung kadar C3A yang terlalu tinggi. Jumlah C3A di dalam semen harus dibatasi, agar hydrasi dari semen dapat diperlambat.Begitu juga pembentukan panasnya (‘heat generation’). Penggilingan semen yang terlalu halus (3500 Blaine) juga harus dihindari. Pada dasarnya adalah sangat beralasan bila jumlah semen dalam 1m3 beton dibatasi. Jumlah semen harus dibuat minimum dengan menggunakan ‘admixture’ dan atau abu-terbang. Sebaliknya makin besar kandungan Gypsum(CaSO4.2H2O) dalam semen, akan menghasilkan setting time yang makin panjang.

IV. SIMPULAN DAN SARAN

a.  SIMPULAN

Berdasarkan rumusan dan diskusi di atas, dapat ditarik simpulan bahwa susut adalah berkurangnya volume beton akibat kehilangan uap air yang berhubungan dengan waktu, sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap susut (Shringkage) pada beton adalah :

  1. Agregat. dengan kandungan agregat yang semakin tinggi akan semakin berkurang perubahan volumenya akibat susut.
  2. Faktor air-semen. Semakin besar faktor air-semen, akan semakin besar pula efek susut.
  3. Ukuran elemen beton. Kelajuan dan besarnya susut akan berkurang apabila volume elemen betonnya semakin besar.
  4. Kondisi lingkungan. Laju perubahan susut semakin kecil pada lingkungan dengan kelembaban relatif yang tinggi.
  5. Banyaknya penulangan. Beton bertulang lebih sedikit susutnya dibandingkan dengan beton sederhana.
    1. Bahan tambahan pada campuran beton. Pengaruh ini sangat bervariasi, bergantung pada bahan tambahan yang digunakan. Super plasticizers, Plasticity retarding agent, Retarder adalah bahan tambahan yang dapat meningkatkan workability campuran beton dan mengurangi penggunaan air serta penundaan panas hidrasi sehingga dapat memperkecil susut pada beton.
    2. Jenis semen. Kandungan C3A yang makin besar akan mengakibatkan setting time yang makin pendek, sedangkan gypsum (CaSO4.2H2O) yang lebih banyak akan menghasilkan setting time yang makin panjang. Disamping itu terlalu halusnya semen dan tingginya kadar C3S juga menyebabkan Quick Set.

b. Saran

Beberapa saran yang bisa penulis sampaikan berkaitan dengan simpulan diatas adalah :

  1. Untuk mencegah tejadinya susut yang besar pada beton yang bisa merugikan dalam penggunaanya, maka pada setiap pelaksanaan agar direncanakan secara baik dan detail, tentunya dengan memperhatikan persyaratan yang dijinkan sebagai bahan-bahan penyusun beton sesuai peraturan yang berlaku(SNI).
  2. Dalam pelaksnaan di lapangan harus mengikuti tata cara yang disyaratkan, terutama masalah pemeliharaan beton segar agar memperhatikan kondisi lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Aman Subakti, 1994. Teknologi Beton Dalam Praktek. Jakarta. Departemen PU, 1971. Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971. Jakarta, Direktorat Jendral Cipta Karya. Departemen PU, 1982, Peraturan Umum Bahan  Bangunan Indonesa. Dale P. Bentz,2006. Potential Applications of Shrinkage-Reducing Admixtures beyond Drying Shrinkage Reduction, http://ciks.cbt.nist.gov/~garbocz/pbs/node5.htm, Down load tgl 24 September 2006, Building and Fire Research Laboratory National Institute of Standards and Technology Gaithersburg,

Edward G. Nawi,1998. Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar. Bandung, Pt Refika Aditama.

Istimawan Dipohusodo, 1994. Struktur Beton Bertulang. Jakarta, PT Gramedia.

Mette Geiker,Dale P. Bentz,Ole Mejlhede Jensen, Mitigating Autogeneous Shrinkage by Internal Curing, http://ciks.cbt.nist.gov/~garbocz/pbs/node5.htm, Down load tgl 24 September 2006, Technical University of Denmark, Denmark,

Phill M Ferguson, 1986. Dasar-dasar Beton Bertulang (Terjemahan), Jakarta, Erlangga.

Retno Anggarini, 2002. Pengaruh Perubahan Temperatur Terhadap Senyawa Kimia Pada Beton Mutu Tinggi Pasca Kebakara., Jakarta ,

Jurnal Ilmu-Ilmu Teknik Diagonal,. SNI 03-6815-2002, 2002.

Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk bangunan Gedung. BSN,

Sjafei Amri, 2005. Teknologi Beton A-Z, Jakarta,Yayasan John Hi-Tech Idetama.

Sagel R., Kole P., Gideon Kusuma,1993. Pedoman Pengerjaan Beton, Ja.karta, Erlangga.

Tri Mulyono, 2004. Teknologi Beton, ,Andi, Yogyakarta

Tentang Sudika Gusti
Senior Lecturer Of Civil Engineering in Faculty of Technology -Universitas Ngurah Rai

Tinggalkan komentar